

Dua insan yang dulunya saling mencinta, menjadi begitu saling  membenci dan penuh dengan dendam. 
"Sewaktu menikah, melihat suami saya berubah itu membuat saya  berpikir - Kok bisa berubah begitu banyak dengan sifatnya sewaktu  pacaran itu baik, tetapi begitu rumah tangga kok... berubah. Dalam hal  kecilpun dia bisa marah. Pokoknya sifatnya ya dibilangin malah kasar dan  mau menang sendiri, egois. Kadang dia suka bilang ke saya sebagai  istrinya bahwa saya itu tak punya otak, tak sekolah. Sebagai istri, saya  sakit hati dibilang begitu," ujar Allien, istri dari Herman.
Herman sendiri bertutur, "Istri saya  suka ngomong kasar. Apapun ia berkata kasar, kadang-kadang perbuatannya  pun kasar. Pernah saya lagi makan siang, saya tanya - ini sendoknya  mana? - Dia lempar dari dapur sendoknya. Sakit hati saya disitu. Trauma.  Saya paling gak suka perempuan itu galak. Yang saya tahu istri saya  sewaktu pacaran itu tidak keras. Orangnya lemah lembut. Tetapi setelah  menikah, dia kok semakin kasar terus." 
Semakin hari permasalahan semakin menumpuk. Saling  mempersalahkan dan menuduh sudah menjadi bagian hidup mereka  sehari-hari. 
Herman  berkisah, "Berkomunikasi dengannya sudah susah sekali. Saya sudah  berusaha ingin ngomong, tapi tak pernah ada yang namanya kesepakatan  sama sekali. Karena jika saya sudah ngomong sepatah, dia sudah ngomong  sepuluh kata. Jika saya sudah denger dia ngomong sepuluh kata, saya  diam. Jadi masalah itu saya bawa pergi. Saya sering keluar itu karena  menghindari percek-cokan."
Terkadang  Herman sering mendapat telepon dari teman-temannya untuk pergi makan di  malam hari. Meskipun bingung, tetapi sebagai istri Allien menerima saja  suaminya pergi menerima ajakan keluar rumah dari teman-temannya.
"Saya setiap malam selalu ijin pergi  sama istri. Malam ini saya bilang A ulang tahun, besok lain lagi si B  yang ulang tahun. Padahal tidak pernah, kita perginya ke diskotik. Saya  ngebohongin istri saya," ujar Herman. 
Setiap suaminya pulang, terkadang dalam keadaan muntah. Kadang  pintu ingin didobrak oleh suaminya. Terkadang ia merasa ia seperti  pembantunya. 
"Pada waktu  itu saya tidak pernah memikirkan istri saya. Tidak ada sama sekali. Saya  malah senang jika melihat istri saya menderita," ujar Herman.
Rasa benci menjadikan Herman semakin  menggebu-gebu untuk membuat istrinya menderita. Bahkan pada saat mereka  sedang berhubungan intim.
"Dalam  berhubungan intim pun, saya rasanya ingin menyakiti dia terus. Jadi  tidak punya rasa mesra. Inginnya, menyiksa. Inginnya merasa puas  sendiri. Saya tidak pernah mikirin apakah istri saya itu merasa sakit,  atau merasa terpuaskan. Tidak ada sama sekali," ujar Herman.
Merasa tidak berdaya menghadapi sikap  suaminya, Allien pun mencari pelampiasan untuk membalas perbuatan  suaminya. Ia melampiaskan pada anaknya. Anaknya sendiri pun ia pukuli.  Suaminya tidak mengetahui perbuatan istrinya pada anak mereka. 
"Jika bapaknya tahu, saya bisa digebukin  oleh bapaknya," ujar Allien.
Allien menambahkan sambil terisak, "Dahulu saya tidak memiliki  rasa kasihan sama anak, karena saya sering dipukulin oleh suami saya.  Jadi anak pertama saya habis saya pukulin."
Allien sudah merasa tidak kuat. Kerap ia ingin merasakan untuk  bunuh diri. Kalau malam melihat anaknya tidur, ia suka merasa kasihan.  Tetapi jika keesokannya lagi suaminya melakukan hal yang sama, anaknya  pun tetap menjadi sasarannya. Ia kerap melampiaskan rasa frustasinya  pada anaknya. 
Keinginan  Herman untuk menaklukkan istrinya pun semakin tak terbendung lagi.  Bahkan ia nekat menggunakan kuasa kegelapan. 
"Saya sering merasa dibantah oleh istri  saya. Saya ingin buktikan bahwa ia akan nurut jika saya pasang susuk.  Saya pasang susuk karena saya ingin buktikan pada istri saya bahwa saya  adalah orang perkasa, bahwa saya adalah kepala rumah tangga yang kuat,"  ujar Herman.
Tetapi setelah  pasang susuk, Herman justru semakin tambah emosi. Apalagi jika ia  melihat segala omongannya selalu dibantah oleh istrinya. Tetapi susuk  itu tak pernah terbukti sama sekali. Tetap saja istrinya melawan  dirinya. 
"Saya tidak pernah  menyadari bahwa saya itu jahat. Yang saya tahu bahwa perbuatan saya itu  menyenangkan hati saya. Saya merasa hati saya puas dengan  kelakuan-kelakuan yang saya buat untuk dia," ujar Herman mengungkapkan  bagaimana dahulu hatinya sudah begitu bebal.
Dahulu saking kesalnya, Allien sempat  berpikir untuk meracuni suaminya. Kadang jika sedang tidur, apabila  sudah dirasuki setan, kadang-kadang ia ingin menusuk saja suaminya. 
Bukan surga dalam rumah-tangga yang  mereka rasakan, namun neraka di dunia yang harus mereka hadapi setiap  hari. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang senantiasa berdoa dan  berlutut kepada Tuhan bagi mereka. 
Allien mengungkapkan, "Saya diberitahu oleh anak teman saya  bahwa saya itu didoakan oleh teman anak saya melalui anak saya hingga  berpuasa. Puasa doa, puasa doa... Bergumul untuk mama-nya. Oleh anak  saya yang kedua, saya sering diajak komsel olehnya. Saya sering marah  kepadanya menanggapi ajakan anaknya."
Tetapi suami Allien berkata kepada Allien ketika melihat ia  menolak ajakan anak mereka, "Kamu itu tidak punya agama. Kalau kamu  mati, saya buang ke laut mayat kamu. Saya tidak mau urus mayat kamu."
Perkataan itu selalu terngiang-ngiang di  benak Allien. Dia pun menuruti saran anaknya untuk menghadiri kelompok  doa tersebut. Ternyata dia merasakan sesuatu yang belum pernah ia  rasakan sebelumnya. 
"Jika  di komsel kan suka sering didoain, suka ditanya apa pergumulan  masing-masing dari kita. Saya bilang jikalau - ‘Saya tadinya belum  mengenal Tuhan karena saya tadinya tidak percaya Tuhan. Hati saya kacau,  hidup saya tidak tenang.' - Jadi saya pun didoakan. Rasanya enak  sekali. Pikiran pun plong," Allien mengisahkan bagaimana ia merasa  ketenangan ketika berkumpul bersama dalam komsel (komunitas sel, red).
Perubahan dari bagaimana ia tergabung  dalam komunitas sel itu, ia merasa bahwa ia sudah lagi tidak  marah-marah. Ia pun sudah tidak lagi memukul anak-anaknya. Dengan suami  pun jika berbicara, ia sudah menjadi lebih lembut. 
Tengah malam ia pun menjadi sering  terbangun berdoa untuk suaminya. Kadang-kadang jika suami lagi tidur, ia  sering tumpang tangan. 
"Saya  berdoa untuk suami saya agar karakternya berubah," ujar Allien.
Ternyata Herman sering tersadar bahwa di  tengah malam istrinya sering mendoakan dirinya. "Ketika saya tertidur,  saya sering tersadar jika istri saya bangun. Tetapi saya tidak tahu  bahwa ia itu mendoakan saya," kisah Herman.
Suatu hari, kerap ketika pulang kerja Herman merasakan bahwa  pekerjaan begitu sulit. Di rumah istrinya berkata, "Ya sudah, ke gereja  saja. Pasti setelah gereja, pekerjaan kamu akan kelar."
Setelah mentok sana-sini, Herman teringat  bahwa dahulu ia sering mendengar cerita bahwa Yesus itu melakukan  banyak mukjizat, bisa menyembuhkan orang, dan lain-lain. Setelah  berpikir, Herman mau juga untuk pergi ke gereja.
Herman lalu menghadiri kebaktian keluarga  khusus untuk pasangan suami-istri untuk pertama kalinya. Ia merasakan  sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya olehnya. 
"Saya merasakan hati yang hancur. Saya  merasakan ada jamahan. Ada perasaan bersalah. Saya ingat segala yang  saya perbuat sama istri dan keluarga saya. Saya teringat semuanya.  Kenapa setiap mendengar lagu-lagu rohani, air mata saya selalu keluar?  Disitu saya mulai merasa damai sekali di hati," kisah Herman mengenai  pertobatan pertamanya.
Hari  demi hari, keluarga mereka mulai mengalami perubahan yang menakjubkan. 
"Dulu jika biasanya ngobrol-ngobrol di  tempat tidur, jadinya berantem. Tetapi setelah ngobrolin Yesus, itu  rasanya damai. Memecahkan masalah kami. Jika ada sifat pasangan yang  tidak disukai, kami bicarakan. Lalu masing-masing kami berjanji tidak  akan begitu lagi. Jadi sekarang ada komunikasi di antara kami. Bicara  pun lemah lembut. Tidak lagi bentak-bentak seperti dulu," kisah Herman  mengenai perubahan dalam keluarganya.
Bahkan anak-anaknya pun sekarang sudah berani untuk curhat  kepada Herman. Istrinya pun sudah tidak lagi membantahi dirinya. 
"Saya benar-benar percaya bahwa Tuhan  saya, Tuhan Yesus itu adalah Tuhan yang benar-benar membawa kedamaian.  Membawa sukacita buat keluarga saya. Membawa berkat dalam keluarga  saya," ujar Herman.
Allien  sendiri berkisah, "Saya benar-benar tak pernah terpikir bahwa suami saya  bisa berubah begitu cepat. Tuhan benar-benar baik mengubah suami saya.  Karakternya sudah berubah sama sekali. Tadinya yang mau menang sendiri,  tetapi sekarang jika istri bicara, dia mau mendengarkan. Saya  benar-benar mengucap syukur!"
Herman sendiri mengucap syukur sambil menangis, "Begitu besar  kasihnya. Sehingga saya yang berdosa saja mau diampuni. Mau dipilih  untuk diselamatkan. Yang saya rasakan begitu luar biasa adalah  keselamatan yang diberikan oleh Yesus kepada saya. Ketika saya sedang  berjalan di tempat yang gelap dahulu, saya tidak pernah tahu bahwa saya  ada jalan yang di tempat terang. Tetapi ketika saya di tempat terang,  barulah saya tahu bahwa jalan yang saya lalui dahulu adalah di tempat  yang gelap. Sekarang saya merasa lebih berharga. Saya merasa berharga  sekali." (Kisah ini ditayangkan 15 Juli 2010 dalam acara Solusi Life  di O'Channel)
Sumber Kesaksian: HermanTuhan Yesus, aku menyadari bahwa aku seorang berdosa yang tidak bisa menyelamatkan diriku sendiri. Aku membutuhkan Engkau. Aku mengakui bahwa aku telah berdosa terhadap Engkau. Saat ini aku minta agar darah-Mu menghapuskan segala kesalahanku. Hari ini aku mengundang Engkau, Tuhan Yesus, mari masuk ke dalam hatiku. Aku menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juru Selamat satu-satunya dalam hidupku. Aku percaya bahwa Engkau Yesus adalah Tuhan yang telah mati dan bangkit untuk menyelamatkan dan memulihkanku. Terima kasih Tuhan, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus aku berdoa. Amin!
Saya sudah berdoa dan mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat secara pribadi
 
 




 
 





.jpg)
 
 Postingan
Postingan
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar anda